August 13, 2004

WheN Love Is NOt EnOugH - Part 6

Aku memandang bangunan tinggi yang menjulang dihadapanku. Taksi yang mengantarku sudah berlalu dari tadi. Kulihat lagi kertas bertuliskan alamat apartment Jason dan Rosa. Memang benar ini yang aku cari. Ketika aku sudah hendak menekan interkom apartment mereka, kulihat sepasang suami istri berjalan keluar dari pintu utama. Lalu ide iseng muncul di benakku. Sebelum pintu itu tertutup, aku buru-buru menyelinap masuk..
"Kalau aku langsung muncul di depan pintunya tentu lebih mengejutkan lagi.." pikirku nakal. Kutekan tombol lift yang sesaat kemudian mengantarku ke lantai teratas dari bangunan tersebut. Sewaktu aku mengetuk pintu itu, aku merasa jantungku yang justru
terketuk. Lama tak terdengar jawaban.
"Mungkin mereka masih tidur.." aku melirik jam tanganku yang menunjukkan jam sembilan pagi lewat sedikit.
Hari ini hari minggu jadi wajar saja kalau mereka bangun agak siang. Kucoba lagi mengetuk pintu itu, agak lebih keras kali ini.. Tak lama, Rosa membuka pintu itu, masih dengan pakaian tidur dan rambut yang agak berantakan. Matanya terbelalak ketika melihatku
"Bianca!!" teriaknya tertahan. Aku tersenyum dan langsung memeluknya. Lalu kulihat Jason muncul, hanya mengenakan celana boxer pendek. Aku tersenyum dan hampir memanggilnya ketika aku sadar ia sedang merangkul seorang perempuan yang tidak pernah aku kenal. Perempuan itu juga hanya mengenakan pakaian tidur seadanya. Jason masih mengucek-ucek matanya.
"Siapa Sa? Kok bisa masuk sini?" tanyanya pada Rosa. Sementara yang ditanya tidak berani menoleh ke belakang. Tersentak, kulepaskan pelukanku. Jason juga rupanya segera menyadari kehadiranku di situ dan buru-buru melepaskan rangkulannya. Terlambat.. aku sudah melihatnya.. Belum sempat seseorang mengucapkan sepatah katapun, aku langsung berbalik dan berlari pergi, menekan-nekan tombol lift dengan tidak sabar.
"Bianca! Tunggu!" kudengar Jason berlari dan mengejarku. Ia lalu mencengkeram lenganku keras, membuatku tak mampu berontak. Aku berbalik menatapnya namun pandanganku kabur, tertutup oleh air mata yang sudah siap mengalir. Ia tidak mengucapkan apa-apa. Ia menarikku ke pelukannya dengan paksa.
Aku hanya bisa menangis seraya sesekali memukul bahunya yang bidang itu. Perempuan itu beranjak mendekati kami. Ia berdiri di belakangku, tepat berhadapan dengan Jason.
"Ini pacarmu?" tanyanya sinis.
"Bukan." Jason menjawab mantap.
"Ia tunanganku.." Sambungnya seraya mempererat pelukannya seolah ingin melindungiku. Tangisku makin menjadi mendengar jawaban Jason itu. Perempuan itu mendegus marah.
"Kalau begitu, kau dalam masalah besar sekarang.. Bagus, kau rasakanlah akibat dari perbuatanmu sendiri!" bentaknya setengah berteriak.
Lalu aku mendengar suara tamparan. Aku menolehkan wajahku dan melihat Jason sedang memegang sebelah pipinya.
"Tamparan itu untukku. Dan ini untuk tunanganmu." Ia lalu menampar Jason lagi.
Kulihat mata perempuan itu menyala oleh api amarah namun aku tahu ia juga tengah menahan air mata yang sudah mulai membahasi matanya. Aku tahu, ia sama sedihnya denganku. Hanya saja, ia sedikit lebih kuat dariku..
Perempuan itu lalu mengalihkan pandangannya kepadaku.
"Kurasa kau pun tahu, jahanam ini tidak pantas untukmu.." ucapnya sebelum berlalu.
Kulihat ia masuk ke dalam lift yang sudah terbuka sambil menenteng pakaian dan tasnya. Ia sama sekali tidak menoleh lagi ke arah kami..

Mataku menerawang kosong. Aku sudah lelah menangis. Rosa sedari tadi merangkulku. Jason juga hanya duduk memandangku. Belum ada di antara kami yang bicara semenjak Rosa mengajakku masuk ke apartment mereka untuk menenangkan diriku. Mereka berdua seolah menungguku untuk bicara terlebih dahulu.
Aku bangkit dari dudukku. "Aku mau pulang." Ucapku mantap.
Sebelum ada di antara mereka yang mencegahku, aku menoleh ke arah Rosa, "Kamu mau
antar aku ke airport kan?"
Rosa menoleh ke arahku dan kakaknya bergantian. "Kalau kamu tidak mau, aku bisa Pergi sendiri." Ucapku akhirnya sambil mengangkat barang-barangku.
"Tunggu." Kudengar akhirnya Jason bersuara. Entah mengapa, air mata ini ingin mengalir lagi ketika mendengar suaranya. Aku tidak menoleh. Ia berjalan menghampiriku dan menyentuh tanganku lembut.
"Jangan pergi dulu. Kita harus bicara."
Aku menoleh, menatapnya tajam dan kusentakkan lenganku. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Jason." Akupun membuka pintu apartment itu dan melangkah pergi.
Rosa buru-buru mengambil kunci mobilnya.
"Ca, aku antar kamu.." ia membantuku membawa tasku dan berjalan bersamaku, meninggalkan Jason sendirian.
Ketika pintu lift itu terbuka, kudengar Jason memanggilku sekali lagi. Aku masih tetap tidak menoleh. Aku tetap melangkah masuk ke dalam lift itu.
"Bianca, aku akan menunggumu.. walaupun harus seribu tahun.." kudengar suaranya bergetar saat mengucapkannya. Aku tak menjawab. Pintu lift itu tertutup dan barulah aku mulai menangis lagi.. Rosa terus memelukku.. Hening.. itulah yang aku butuhkan..

"Ca, maafkan aku.." ucap Rosa sesaat sebelum aku hendak masuk ke bagian imigrasi.
Aku tersenyum kecil. "Aku mengerti Sa.. Kamu ada dalam posisi yang sulit."
"Ca.. kamu masih sahabatku kan?" ia meraih tanganku dan menggengamnya erat.
Aku mengangguk. "Tentu Sa.. tapi beri aku waktu dulu ya.. Aku ingin melupakan semua ini.." Rosa mengangguk dan memelukku sebelum akhirnya kami berpisah.
Kupandangi awan-awan putih yang menutupi bumi dari balik jendela pesawat.

Percakapanku di mobil dengan Rosa tadi masih terngiang jelas di benakku.
"Sudah berapa lama, Sa?" tanyaku getir. Rosa diam sebentar, seolah bimbang haruskah ia berkata jujur atau haruskah ia membela kakaknya.
"Kita sahabat, kan?" desakku.
"Paling hanya dua minggu, Ca.. Kakakku tidak pernah serius dengan mereka.." jawab Rosa akhirnya.
"Mereka?" aku tersentak kaget. Rosa jadi gelagapan.
"Maksudku.. bukan begitu.." ia lalu memukul setirnya kesal.
"Baiklah, aku katakan sejujurnya Ca.. Aku pikir kamu berhak tahu semuanya." Rosa berhenti sesaat, menunggu reaksiku. Aku diam, membiarkannya melanjutkan kalimatnya.
"Seumur hidupnya, selain dirimu, ia hanya pernah mencintai satu perempuan lagi. Namanya Sarah. Mereka sudah berpacaran cukup lama ketika kakakku tahu kalau Sarah ternyata sudah hampir menikah dengan orang lain. Kakakku hanya dijadikan pacar gelapnya. Kakakku pun tidak tahu apakah Sarah pernah benar-benar mencintainya seperti ia pernah mencintai perempuan itu. Sarah meninggalkannya begitu saja. Ia hampir jadi gila saat itu. Semenjak itu ia berubah." Rosa berhenti sesaat. "Ia terus mempermainkan perempuan. Ia memacari mereka, meniduri mereka lalu meninggalkan mereka begitu saja. Ia ingin menyakiti selayaknya ia pernah disakiti. Baginya cinta sejati itu sudah tidak ada.."
Aku tertegun. Ternyata ada begitu banyak tentang Jason yang tidak pernah aku tahu. Apakah karena aku terlalu takut kehilangan dirinya sehingga aku tidak pernah bertanya tentang masa lalunya.. Apakah ini salahku semata?
"Ia berubah sewaktu ia berkenalan denganmu. Ia benar-benar jatuh cinta lagi.. Tapi ia takut.. Ia pernah berjanji untuk tidak jatuh cinta lagi.. lagipula perkenalan kalian terlalu cepat.."
Jadi itu sebabnya ia sempat menolak pertunangan kami.. Itulah juga sebabnya ia pernah mengatakan padaku, "Aku suka cewek yang bisa membuatku jatuh cinta..". Aku yang telah membuatnya jatuh cinta, sesuatu yang ia benci..
"Kalau ia memang mencintaiku, kenapa ia melakukan ini padaku?" tanyaku pilu.
Rosa menghela napasnya. "Kamu tahu kenapa ia bersikeras ingin tetap ke Sydney? Karena ia tahu ia belum siap dengan komitmen.. karena ia takut ia berharap terlalu banyak darimu.. Terlalu banyak pertimbangan yang membuatnya memilih untuk berpisah sementara darimu.. Ia telah mencoba sebisa mungkin untuk setia padamu namun..." Rosa terdiam sesaat. "Ia masih tidak bisa lepas dari bayang-bayang Sarah. Terutama belum lama ini seorang teman lama kembali menguhubungi dia.. Mengungkit Sarah lagi.. dan ternyata Sarah mengetahui pertunangannya denganmu.. Aku tidak begitu tahu apa yang mereka bicarakan tapi yang pasti emosi Jason langsung jadi labil. Ia kembali seperti dulu.."
"Kalau ia merasa belum pasti dan belum bisa melepas kehidupan lamanya, kenapa ia tetap mau bertunangan denganku?" potongku.
Rosa membalas tatapan mataku. "karena di sisi lain, ia tidak mau kehilanganmu.. karena jauh di lubuk hatinya, ia masih percaya kalau Tuhan memberikanmu untuknya.. Itulah sebabnya ia terus berupaya terlihat seperti Jason yang kamu dulu kenal sekalip.. "
"Tidak usah diteruskan.." Aku membuang mukaku, menggigit bibirku sendiri..
Mengapa aku merasa ini semua tidak begitu adil bagiku.. Aku tak ingin mendengar apa-apa lagi..
Rosa meremas tanganku lembut. "Beri Jason waktu.. Hanya itu yang ia butuhkan.. Aku tahu, ia memilihmu lebih daripada Sarah walau ia sendiri tidak menyadarinya.."
Aku terus diam seribu bahasa. Bagiku semuanya sudah jelas. Terlalu jelas sehingga hati ini begitu sakit rasanya..

PART 7

Orang tuaku begitu marah dan kecewa ketika aku ceritakan semuanya. Mereka langsung menghubungi orang tua Jason dan membatalkan pertunangan kami. Orang tua Jason tidak banyak berkomentar selain meminta maaf kepada orang tuaku dan aku. Jason pernah mencoba menghubungiku semenjak kejadian itu. Setelah dua kali telponnya tidak aku angkat, ia hanya sekali mengirimku e-mail yang tidak pernah aku balas.

Dear Bianca,
Ca, aku sudah mencoba menelponmu tapi tampaknya kamu menghindari aku.. Jadi aku rasa tidak ada gunanya terus mencoba. Aku lalu terpikir untuk mengirim e-mail ini.. Sekalipun kamu tidak akan membalasnya, setidaknya kamu membacanya dan itu sudah cukup bagiku. Aku tahu kata maaf tidak akan berarti banyak setelah apa yang terjadi.
Aku juga tahu, aku sudah tidak pantas dimaafkan. Aku terlalu menyakitimu..
Tapi aku ingin kamu tahu, aku juga menderita di sini.. Aku sangat menyesal atas semuanya.. Aku rasa Rosa sudah menceritakan semuanya kepadamu.. namun biarlah aku menceritakannya lagi supaya kau tahu siapa diriku yang sebenarnya. Sarah. Dia cinta pertamaku. Kami berkenalan sewaktu aku baru masuk kuliah. Waktu itu aku adalah laki-laki yang naif, yang percaya akan cerita-cerita cinta yang selalu berakhir bahagia. Aku merasa kisahku dengan Sarah akan berlangsung tanpa akhir. Namun aku salah, sangat salah. Ternyata Sarah sudah punya tunangan di Jakarta dan mereka akan segera menikah. Waktu aku menanyakan kebenarannya, ia meninggalkanku begitu saja. Aku terus
menerus mencoba menghubunginya namun ia tak pernah peduli padaku. Cintaku terbuang
begitu saja, harapanku kandas.. Aku tidak percaya lagi akan adanya cinta.
Selanjutnya, aku mengisi hari-hariku dengan perempuan-perempuan yang datang silih berganti. Aku tak pernah mencintai mereka, aku hanya menjadikan mereka objek kesenanganku saja.. Sama seperti Sarah pernah memperlakukanku.
Ketika bertemu denganmu, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda di dirimu. Kamu begitu polos, begitu naif, seperti aku dulu. Melihatmu mengingatkanku akan diriku yang dulu. Membuatku mengingat indahnya cinta yang pernah aku nikmati dengan Sarah. Dan seperti yang bisa kau tebak, aku jatuh cinta padamu. Namun bukannya bahagia, aku malah takut. Aku takut terluka lagi.. Aku ingin pergi meninggalkanmu tapi aku juga ingin memilikimu. Aku tak bisa memilih di antara keduanya. Jadi itulah yang aku lakukan, aku pergi setelah berhasil menjadikanmu tunanganku. Setelah kembali ke Sydney, aku mencoba untuk kembali menjadi seperti aku yang dulu. Mencintaimu seperti aku pernah mencintai Sarah. Setia tanpa syarat kepadamu.. Namun aku tidak bisa, Ca.. Entah kenapa halnya begitu sulit bagiku. Aku terus mencintaimu walau pada saat yang bersamaan aku juga tidak bisa merubah diriku untuk menjadi pria yang pantas untukmu.. Kuteruskan permainanku dengan harapan akan tiba saatnya di mana kita menikah dan barulah aku bisa meninggalkan semua itu, Lalu kau muncul tiba-tiba di depanku. Semua kebohonganku terbongkar dalam hitungan detik. Semua cinta dan kepercayaan yang kau pupuk sirna begitu saja. Melihatmu menangis, hati ini seperti ditusuk-tusuk. Aku tidak bisa berhenti memaki diriku sendiri. Tapi itulah ternyataannya, aku telah kehilanganmu karena kesalahanku sendiri..Dan entah mengapa, ini lebih sakit daripada sewaktu aku kehilangan Sarah. Aku tahu, mungkin hanya waktu yang bisa mengembalikan cinta dan kepercayaan yang telah aku hilangkan itu. Berapa lama pun waktu itu, aku akan terus setia menunggu di sini. Kamu telah berhasil membuatku jatuh cinta lagi, dan sekarang kamu telah mengembalikan diriku seperti dulu. Jika saatnya tiba, aku harap kamu sudi memberiku satu kesempatan lagi. Dan bila saat itu tiba, kita takkan terpisahkan lagi.

Love you still,
Jason


Hanya itu satu-satunya e-mail yang ia kirimkan padaku. Ia sama sekali tidak menyebutkan tentang kejadian yang Rosa ceritakan padaku.. Ia sama sekali tidak menceritakan tentang percakapannya mengenai Sarah yang merubah dirinya, yang merubah kesetiaannya padaku.. Ia membuat kesan seolah-olah semua ini tidak ada sangkut pautnya lagi dengan Sarah.. Aku kecewa. Setelah itu ia tidak pernah mencoba menghubungiku dengan cara apapun juga. Aku agak sedikit lega karenanya namun aku juga jadi kecewa. Entah mengapa aku ingin ia terus menerus menghubungiku, setidaknya mengirimiku e-mail menceritakan keadaannya sekarang. Bodoh memang, tapi itulah aku..
Lain halnya dengan Rosa. Ia selalu mengirimiku e-mail yang menceritakan tentang kehidupannya sendiri. Ia sama sekali tidak pernah menyinggung tentang Jason. Sedikitpun tidak. Terkadang aku membalas e-mailnya walau hanya singkat dan sebatas formalitas. Aku juga tidak pernah menceritakan diriku sendiri terlalu mendetail karena aku tahu Rosa pasti menyampaikan isi e-mailku kepada Jason. Harus kuakui, aku sempat berpikir bahwa dunia ini sudah berakhir. Aku sudah tidak ingin lagi hidup. Berminggu-minggu aku mengurung diri di rumah, tenggelam dalam kesedihan dan kesepian.. Aku merasa tercampakkan dan tak berguna. Walaupun Jason mengatakan ia masih mencintaiku tapi apakah itu masih ada gunanya setelah ia menyia-nyiakan kepercayaan yang aku berikan? Walaupun aku mengerti keadaannya, tapi salahkah aku apabila aku menjadi sedikit egois dalam hal ini? Aku hanya ingin dicintai selayaknya aku mencintai.. Sejujurnya, aku juga merasa sangat cemburu dengan yang namanya Sarah. Baik dari cerita Rosa maupun e-mail Jason, Sarah terdengar begitu berarti bagi Jason. Perempuan yang berhasil mengubah kehidupan Jason begitu drastis tentulah bukan sembarang perempuan bagi Jason. Aku yakin, ia masih memiliki tempat di hati Jason, tempat yang selamanya tidak pernah tergantikan olehku. Aku merasa terkalahkan.. dan putus asa. Lalu aku tersadar. Aku tidak boleh jatuh selamanya. Justru aku harus buktikan pada Jason bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa dirinya disisiku. Atau aku hanya sekedar ingin menguji kesungguhan cintanya? Aku sendiri tidak mengerti.. Sebagian hatiku menginginkan dirinya,namun sebagian lagi tertahan oleh egoku. Aku tak ingin ia memiliku lagi dengan mudah setelah apa yang ia lakukan padaku.. Jadi aku memutuskan untuk melanjutkan sekolahku di luar negeri. Ingin mencoba suasana baru dan memulai hidup yang baru. Aku bukannya ingin mencari cinta yang lain karena bagiku, Jason lah satu-satunya cintaku. Cintaku hidup dan mati bersamanya. Maka, berangkatlah aku ke San Fransisko dengan sejuta harapan tersimpan dalam diri ini.

....to be continued


No comments:

Post a Comment