August 9, 2004

WheN Love Is NOt EnOugH

PART 2

Jason adalah orang pertama yang bisa membuatku merasa bahagia seperti ini. Sejak kecil, sikapku yang tertutup dan pemalu membuat orang-orang berpikir bahwa aku ini sombong. Bahkan sebelum mengenalku pun, mereka sudah memasang tatapan tidak suka ketika melihatku. Penampilanku juga sebenarnya biasa saja tapi selalu ada yang dikritik oleh mereka. Sok pamer lah, sok cakep lah, atau sok sopan. Seraya bertambah dewasa, orang-orang mulai selalu menguhubungkanku dengan orang tuaku yang terkenal. Nilai-nilaiku yang bagus karena hasil kepintaranku sendiri juga selalu diragukan. Sikap dosen yang
menghormatiku dikatakan semata-mata hanya karena ingin menjilat. Aku tidak pernah benar-benar punya teman. Yang selalu menemaiku hanyalah gunjingan dari mereka yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah mengerti alasannya..
Sore itu Jason mengajakku ke mall. Ia memintaku menemaninya berbelanja.
"Ca, sini sebentar.." Jason masuk ke salah satu butik pakaian perempuan.
"Ngapain sih? Kamu mau beli baju buat mama kamu juga?" aku hanya mengikutinya dari belakang. Ia lalu mengambil sebuah gaun malam, menyodorkannya kepadaku.
"Cobain yang ini.."Aku menatapnya heran.
"Udahh.. ayo cepetan.." ia mendorongku ke kamar ganti.
"Jason, ini nggak cocok buat aku.." aku mengamati gaun biru muda dengan sulaman bunga bertebaran di bagian bawahnya. Memang manis sekali.. Jason hanya memberiku isyarat untuk diam dan segera mencoba gaun itu. Setengah hati, aku menurutinya.
"Pas sekali.." ia berdecak kagum ketika melihatku mengenakan gaun itu.
"Saya ambil yang itu ya.." ia lalu berkata kepada pramuniaga yang berdiri di sampingnya. Jason memaksa membelikanku gaun itu. Sebagai tanda terima kasihnya karena aku telah menemainya berbelanja sore itu. Alasan yang aneh menurutku.. Kami lalu makan malam di salah satu restoran dan berbincang-bincang sambil menunggu pesanan kami datang. Percapakan yang tidak pernah aku lupakan..
"Kapan kamu balik ke Sydney?" tanyaku membuka percakapan kami.
"Kenapa? Udah bosen nemenin aku ya?"
"Eh.. bukan begitu lah.. Cuma mau tau aja.." Jason menyenderkan tubuhnya ke kursi dan menghela napasnya.
"Sekitar satu atau dua minggu lagi..".
"Oh.." hanya itu yang keluar dari mulutku. Ia lalu memajukan tubuhnya, mendekatkan dirinya.
"Kalau aku pergi, kamu kesepian?" ia tersenyum nakal. Aku sungguh tidak bisa menjawab apa-apa. Bibirku seperti terkunci dan aku hanya bisa menunduk. Aku juga tidak mengerti mengapa aku jadi seperti itu. Sungguh memalukan..
"Ca, kamu suka cowok kayak apa sih?" tanyanya mengalihkan topik, namun pertanyaannya masih membuat jantungku berdetak kencang.
"Aku? Uhmm.. Aku suka.." aku berpikir sebentar.
"Aku suka cowok yang mau menantiku selama seribu tahun lamanya.." jawabku akhirnya dengan mantap. Ia menatapku heran.
"Aku tidak pernah dengar jawaban seperti itu sebelumnya.." "Memangnya sudah berapa orang yang kamu tanya seperti itu?" tanyaku memberanikan diri. Ia tertawa ringan. Ia tidak menjawab apa-apa.
"Kalau kamu? Kamu suka yang seperti apa?" tanyaku balik.
"Aku?" ia diam sebentar. "Aku suka cewek yang bisa membuatku jatuh cinta padanya.." sambungnya.
"Jawabanmu lebih aneh lagi.." aku tertawa kecil, merasa agak sedikit lepas dari kegugupanku. Jason mengangkat bahunya cuek.
"Ca, kamu lebih cantik kalau kamu panjangin rambutmu.." ucapnya tiba-tiba. Kini aku yang terdiam.
"Kenapa kamu belum punya pacar?" tanyanya kemudian. "Aku yakin banyak cowok ngantri untuk jadi pacarmu.."
"Aku belum menemukan yang pas.." jawabku diplomatis.
"Pernah jatuh cinta?"tanyanya lagi, menyudutkanku.
"Rahasia.." jawabku malu-malu, mengaduk-aduk minuman yang baru diantar. Walaupun kepalaku tertunduk, aku tahu ia sedang menatapku. Sejujurnya, saat itu aku sadar bahwa aku sudah mulai jatuh cinta kepadanya.. Jatuh cinta untuk pertama kalinya..
Sesampainya di depan rumahku, aku sudah hendak membuka pintu mobil sewaktu ia menarik tanganku, mencegahku untuk keluar.
"Ada apa?" tanyaku antara bingung dan juga malu karena aku juga menikmati sentuhan tangannya. Ia menatapku sesaat.. beberapa detik yang terasa begitu lama untukku.
"Nggak pa-pa.. Maaf.." ia melepaskan tanganku pelan.
"Good night, sweet dream.."senyumnya.
Aneh.. aku agak sedikit kecewa saat itu. Aku hanya bisa membalas senyumannya dan beranjak keluar. Lalu aku melihat mobil ayah Jason diparkir di dalam garasi rumahku.
"Jas, itu bukannya mobil papamu?" tanyaku agak sedikit terkejut. Jason menatap ke arah yang kutunjuk dan ternyata ia juga sama herannya dengan aku.
'Kamu turun aja dulu.."akhirnya kuberanikan diriku. Jason hanya mengangguk-angguk dan mematikan mesin mobilnya.

Waktu kami masuk, ternyata orang tua Jason memang sedang bertamu ke rumahku. Aku langsung duduk di sebelah papa sementara Jason duduk sendiri terpisah.
"Abis ke mana aja kalian?" tanya mama lembut. "Tadi Bianca nemenin Jason
belanja doank kok ma.." jawabku sambil mencuri pandang ke arah Jason. Ternyata ia sedang menatapku juga. Buru-buru aku mengalihkan pandanganku.
"Papa mama kok bisa kebetulan di sini juga?" kudengar Jason angkat bicara.
"Kami memang mau ngomong sama kalian berdua.." jawab ayahnya dengan suara
agak berat. Jarang sekali aku mendengarnya berbicara. Kulihat ia melirik ke
arah istrinya, seolah meminta istri melanjutkan kata-katanya.
"Begini Jason.. kami lihat kalian berdua sangat cocok sekali.." Jantungku berdegup menunggu kata-katanya selanjutnya. Lagi-lagi aku tundukkan wajahku.
"Jadi kami berpikir mungkin akan sangat baik kalau kalian dijodohkan..Setidaknya bertunangan dulu sebelum kamu kembali ke Sydney.. Mama dan papa sudah kenal dekat dengan orang tua Bianca. Kamu juga sudah cukup umur untuk memulai hubungan yang serius.."
Aku merasa ini seperti mimpi, atau seperti kisah dalam novel.. Aku baru saja jatuh cinta, untuk yang pertama kalinya.. dan langsung dijodohkan.. Segalanya yang kudengar seperti tidak nyata. Sekuat tenaga kutahan diriku untuk tidak bersorak kegirangan. Lalu aku memberanikan diri menatap ke arah Jason. Tidak seperti yang kuduga, kulihat raut wajahnya berubah. Tidak ada tanda-tanda kebahagiaan di sana.. Wajah itu menjadi keras dan angkuh, tepat seperti waktu aku pertama kali melihatnya. Hatiku seperti ditusuk melihat reaksinya..
Jason lalu berdiri dari duduknya.
"Aku minta waktu untuk berpikir.." ia pun beranjak pergi begitu saja. Menoleh ke arahku pun tidak. Duniaku serasa gelap saat itu. Aku tidak mau tahu apa yang terjadi. Yang kuingat, aku berlari ke kemarku dan mengunci diriku di sana. Semalaman itu aku menangis
sendiri.. Ternyata Jason sama dengan yang lainnya..
Sudah tiga hari Jason tidak menghubungiku semenjak kejadian itu. Aku juga tidak pernah mencoba menghubunginya ataupun menanyakan tentangnya kepada orang tuaku. Mereka sendiri tampaknya juga kecewa dengan sikap Jason malam itu. Sejujurnya, aku sudah merasa malu dan putus asa.. Aku berpikir ia mempunyai perasaan yang sama.. Kalau tidak, mengapa ia begitu baik padaku? Mengapa ia selalu memberi perhatian lebih padaku? Ah.. pertanyaan yang tidak ada ujungnya.. Lebih baik kupendam semuanya sendiri, bersama dengan air mata yang hampir kering ini..

....to be continued

No comments:

Post a Comment